Oleh: Novi Ernilawati, S.Psi., M.Psi., Psikolog
Temanku pernah bilang, dia kalau lagi stres biasanya suka menjahit biar stresnya hilang. Lain lagi dengan kakakku, kalau dia sedang suntuk karena banyak kerjaan biasanya dia doodling, menggambar di notes kesayangannya. Memangnya ngaruh gitu? Benar nggak sih kalau stres bisa dihilangkan dengan menjahit, menggambar, atau beraktivitas kesenian seperti itu? Coba yuk simak tulisan berikut
Seni, sesuatu yang dekat dengan keseharian kita. Seni diekspresikan dalam berbagai bentuk media, seperti dalam bentuk musik, tari, gambar dan lukisan, puisi, dan berbagai media lain. Karya seni diapresiasi berdasarkan keunikan dan keindahannya sehingga para seniman berlomba-lomba mengasah kreativitas dan ide-idenya untuk menciptakan karya yang orisinil namun dapat dinikmati oleh banyak kalangan.
Tidak hanya seniman yang bisa mengekspresikan dan mendapatkan manfaat dari seni, tapi kita sebagai orang awam pun dapat memperolehnya. Manfaat berkesenian ternyata cukup banyak, seperti dapat menjadi media untuk pengelolaan emosi dalam diri, media untuk membantu meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri, bahkan dapat digunakan untuk menurunkan gejala-gejala depresi dan kecemasan. Banyak penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli berkenaan dengan seni sebagai salah satu mode psikoterapi atau terapi psikologi. Dalam konteks tersebut, seni yang digunakan antara lain dengan media gambar, musik, dan gerak atau tari.
Salah satu penelitian mengenai terapi musik dilakukan oleh Fernandez de Juan (2016). Penelitian ini bermula dari semakin meningkatnya angka perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di berbagai belahan dunia. Perempuan-perempuan ini menghadapi berbagai permasalahan dalam dirinya seperti isu penghargaan terhadap diri sendiri, kecemasan, krisis identitas, tingkat depresi yang tinggi, dan berbagai masalah sosial serta psikologis yang lain.
Musik menjadi media yang dipilih oleh Fernandez de Juan untuk memfasilitasi ekspresi emosi dan tekanan psikologis yang dialami oleh tujuh belas orang perempuan yang mengalami KDRT. Potongan-potongan lagu dengan lirik positif diperdengarkan untuk memunculkan kejadian-kejadian positif dan kekuatan yang selama ini tertutupi oleh ketidakberdayaan. Pengekspresian emosi juga difasilitasi dengan menggunakan alat musik, Partisipan dalam penelitiannya diminta untuk memilih salah satu alat musik yang mewakili perasaan dan pikirannya. Sesi terapi diakhiri dengan mendengarkan musik yang menenangkan, yang bertujuan untuk mendengarkan tubuh, melepaskan ketegangan, dan mengambil waktu sejenak untuk menikmati ketenangan diri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesadaran terhadap diri partisipan meningkat, sehingga mereka lebih memahami diri dan permasalahan yang dihadapinya. Hal tersebut meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri serta turut menurunkan depresi dan kecemasan yang mereka alami.
Hartz dan Thick (2005) juga menggunakan metode seni untuk meningkatkan penghargaan terhadap diri pada tahanan remaja perempuan. Para remaja perempuan yang menjadi tahanan memiliki resiko tinggi akan menjadi korban kekerasan, baik fisik maupun psikologis. Salah satu hal yang menjadi penyebab faktor risiko tersebut karena kebanyakan tahanan berasal dari lingkungan beresiko tinggi dan memiliki penghargaan terhadap diri yang rendah. Sedikit berbeda dengan Fernandez de Juan yang menggunakan media musik, Hartz dan Thick menggunakan metode kolase gambar dan membuat rajutan. Dalam prosesnya, partisipan dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok psikoterapi seni yang menekankan pada abstraksi, simbolisasi, serta verbalisasi, dan kelompok seni sebagai terapi yang menekankan pada potensi-potensi desain, teknik, dan proses kreativitas penyelesaian masalah.
Walaupun terdapat dua kelompok dengan penekanan yang berbeda dalam setiap sesinya, semua partisipan mengemukakan bahwa mereka mengalami banyak hal positif selama proses terapi, seperti kesempatan untuk mengekspresikan perasaan, melepaskan kemarahan, mempelajari cara yang lebih baik untuk melakukan penyesuaian diri, dan membangun kepercayaan diri. Hartz dan Thick menyimpulkan bahwa terapi seni membangun keahlian, membangun hubungan sosial, serta memunculkan kesadaran diri yang lebih besar, dan ketiganya sangat penting untuk meningkatkan penghargaan diri, sehingga semakin sering dipupuk dan dikembangkan, maka penghargaan mereka terhadap dirinya sendiri semakin meningkat.
Seni dan pengekspresiannya memang sangat menarik, dan ternyata manfaatnya juga luar biasa. Metode seni yang berbeda ternyata dapat digunakan sebagai media untuk mencapai tujuan yang sama pada partisipan yang berbeda, meningkatkan penghargaan terhadap diri pada perempuan penyintas KDRT dan pada remaja perempuan yang menjadi tahanan.
Jadi, terbukti khan kalau melakukan kegiatan kreatif (seni) itu bisa untuk menjadi terapi diri sendiri ketika kita sedang mengalami permasalahan psikologis seperti kecemasan, depresi, suntuk, dan lain-lain.
Referensi:
Fernandez de Juan, T. 2016. Music therapy for women survivors of intimate partner violence: An intercultural experience from feminist perspective. The Arts in Psychotherapy, 48, 19-27.
Liz Hartz MA, ATR & Lynette Thick .2005. Art therapy strategies to raise self-esteem in female juvenile offenders: a comparison of art psychotherapy and art as therapy approaches. Art Therapy: Journal of the American Art Therapy Association, 22:2, 70-80.
Like this:
Like Loading...
0 Comments