Oleh: Elisabeth D. Selvita, Ni Kadek Ayu M. Y., Sahrullah
Halo Teman Wiloka! Gimana kabarnya nih? Semoga Teman Wiloka selalu dalam keadaan baik dan sehat dimanapun berada ya.
Seperti yang Teman Wiloka ketahui, sudah hampir dua tahun kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring akibat pandemi COVID-19 di Indonesia. Pada pelaksanaan sekolah daring, penggunaan gawai sangat diandalkan sebagai media komunikasi bagi anak untuk belajar di rumah. Ditambah, hampir seluruh kegiatan belajar mengajar seperti pemberian tugas sekolah kini dikerjakan melalui gawai. Tidak hanya digunakan untuk kepentingan sekolah, gawai juga menjadi sarana bagi anak untuk terkoneksi dengan teman-temannya. Oleh sebab itu, batas penggunaan gawai menjadi lebih abu-abu. Akibatnya, anak lebih banyak berinteraksi dan menghabiskan waktunya secara virtual. Namun, dengan anak menghabiskan waktu yang cukup lama dengan gawai, ternyata dapat memiliki dampak yang kurang baik.
Berdasarkan hasil wawancara Tim Wiloka dengan beberapa orangtua, ditemukan bahwa orangtua memiliki perhatian tersendiri terkait kecanduan gawai pada sang buah hati ketika sekolah daring. Hasil wawancara Wiloka juga diperkuat oleh temuan penelitian sebelumnya, bahwa salah satu kekhawatiran terbesar orangtua selama sekolah daring adalah penggunaan media elektronik secara berlebihan (Lau & Lee, 2020). Dengan adanya perhatian tersebut, maka sangat penting untuk memperhatikan screen time anak agar sesuai dengan kebutuhannya.
Apa sih, Screen Time Itu?
Screen time adalah jumlah waktu yang dihabiskan dalam menggunakan perangkat elektronik, termasuk gawai. Menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) screen time anak usia Sekolah Dasar (6-12 tahun) sebaiknya tidak lebih dari 1-1,5 jam (90 menit). Screen time yang berlebihan dapat berdampak terhadap kesehatan fisik anak seperti kesehatan mata dan jam tidur yang terganggu, selain itu dapat membawa pengaruh terhadap kondisi psikososial. Oleh karena itu, orangtua sebaiknya memberikan batasan terkait penggunaan gawai pada anak. Namun, dalam membuat anak mengerti terkait batasan penggunaan gawai tentu merupakan tantangan tersendiri, mengingat anak-anak masih memiliki sifat keras kepala yang tinggi. Sangat sering anak bersikap tidak mau mengalah, marah, ataupun tantrum ketika terdapat hal yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Chusna (2017) bahwa anak cenderung bersikap membela diri dan marah ketika ada upaya untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan gawai.
Namun, kondisi sekolah daring saat ini membuat anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar gawai. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa penggunaan gawai saat ini menjadi suatu kebutuhan. Lalu, bagaimana caranya supaya anak memahami batasan penggunaan gawai di luar jam sekolahnya? Yuk, simak tips berikut ini!
Ajak Anak Untuk Mengenali Manfaat dan Dampak Penggunaan Gawai
Penggunaan gawai secara berlebihan tentu akan memiliki dampak buruk bagi anak. Orangtua bisa memberikan alasan yang sesuai dengan tingkat pemahaman anak terkait pembatasan penggunaan gawai, disamping memberikan edukasi dalam memperoleh manfaat lewat gawai. Hal ini penting disampaikan mengingat anak cenderung bersikap tidak mau mengalah atau bahkan marah ketika terdapat hal yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Sehingga, dengan begitu alasan yang diberikan oleh orangtua dapat diterima anak dengan lebih baik dibandingkan hanya melarang menggunakan gawai namun tidak memberikan alasan logis. Selain dampak dari penggunaan gawai secara berlebih, sampaikan pula manfaat dari gawai yang sesuai dengan fungsinya, seperti sebagai media komunikasi anak dengan guru sekolah, teman-teman, dan sanak saudara.
Bangun Komitmen Bersama Anak Untuk Memahami Batas Penggunaan Gawai
Gawai harus digunakan dan difungsikan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, orangtua perlu membangun komunikasi yang positif dengan anak dalam mendiskusikan batas waktu penggunaan gawai. Kemudian, bangun komitmen bersama anak. Adanya komitmen akan membuat orangtua lebih mudah untuk membiasakan anak agar mempunyai kebiasaan yang baik. Agar anak mau mengikuti kesepakatan dan komitmen yang telah dibangun, orangtua sebaiknya ikut terlibat dalam kesepakatan tersebut sebagai contoh teladan. Dengan begitu, anak dapat berusaha untuk mengikuti hal yang sama. Salah satu cara terbaik untuk mengajarkan anak berkomitmen adalah dengan mencontohkannya.
Buat Kesepakatan Bersama Anak Terkait Penggunaan Waktu Bebas Gawai
Setelah mengajak anak untuk berkomitmen dalam membatasi penggunaan gawai, orangtua dapat menetapkan batasan-batasan yang jelas guna mengontrol penggunaan gawai pada anak. Artinya, baik anak dan orangtua berkomitmen untuk tidak menggunakan gawai pada waktu tertentu. Misalnya, batasan menggunakan gawai bersama saat jam makan keluarga ataupun ketika terlibat dalam sesi obrolan ringan di ruang keluarga dan tidak menggunakan gawai sebelum tidur.
Mengalihkan Perhatian Anak dengan Aktivitas Lain
Kebanyakan orangtua tentu pernah memberikan gawai pada anak apabila ia sedang rewel dan orangtua sedang sibuk. Akan tetapi, gawai tidak bisa selalu menjadi pemuas kebutuhan emosional anak. Orangtua perlu memberikan pengertian kepada anak untuk membangun regulasi emosinya sendiri, menolong anak untuk mencari pemecahan masalah yang bijak, dan membantu anak untuk menyalurkan emosi negatifnya dengan aktivitas lain. Misalnya, orangtua dapat mendorong anak untuk melakukan aktivitas fisik yang mampu merangsang kreativitasnya berupa bermain bersama di sore hari, olahraga bersama, memasak, dan lain-lain.
Referensi
American Academy of Pediatrics. (2018, October 8). Kids & tech: Tips for parents in the digital age. Healthychildren.org. https://healthychildren.org/English/family-life/Media/Pages/Tips-for-Parents-Digital-Age.aspx
Chusna, P.A. (2017). Pengaruh Media Gawai Pada Perkembangan Karakter Anak. Jurnal Dinamika Penelitian, 17 (2). https://doi.org/10.21274/dinamika.2017.17.2.315-330
Lau, E. Y. H., & Lee, K. (2020). Parents’ view on young children’s distance learning and screen time during COVID-19 class suspension in Hong Kong. Early Education and Development, 1-18. https://doi.org/10.1080/10409289.2020.1843925.
*penulis adalah peserta magang riset Wiloka Workshop
0 Comments