Ilustrasi: Holly Maguire (www.hollymaguire.co.uk)

Ilustrasi: Holly Maguire (www.hollymaguire.co.uk)
Oleh: Lucia Peppy N., S. Psi., M.Psi., Psikolog
             
Tanggal 10 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia (World Mental Health Day). Apa sih yang dimaksud dengan kondisi sehat mental? Sepertinya masih banyak lho yang mengasosiasikan dengan gangguan jiwa saja ya.
Semakin penting sebetulnya kita menyadari bahwa kondisi mental, yang juga dapat disebut jiwa, dimasukkan sebagai salah satu indikator (tanda) penting untuk kenyamanan dan kesehatan hidup. Sehat Mental atau Sehat jiwa menurut WHO (2001) adalah bagaimana penilaian subjektif seseorang terhadap kesejahteraannya, efikasi diri, otonomi (kemandirian) dan aktualisasi diri. Ini berarti seseorang yang sehat secara mental berarti ia akan mampu mengenali potensinya, mampu melakukan upaya untuk menghadapi tekanan hidup (stres) sehari-hari, berdaya produktif dan dapat bermanfaat bagi orang lain. Di sini terlihat jelas bukan bahwa sehat mental bukan semata-mata merupakan ketiadaan ‘gangguan jiwa’ namun lebih pada bagaimana kita dapat memenuhi kriteria-kritera tersebut.
Mengapa sih perlu memahami untuk dapat mengelola kesehatan mental kita?
Alasan mendasar tentunya supaya kita lebih nyaman dalam menjalani kehidupan. Kenyataannya, dalam kehidupan sehari-hari  tidak hanya kondisi menyenangkan atau membahagiakan yang ditemui. Berbagai kesulitan, persoalan, juga kenyataan yang tidak sesuai harapan akan membuat nuansa kehidupan menjadi tidak nyaman dan suasana mudah tertarik pada kondisi mood negatif. Ketidaknyamanan tersebut pun akan mudah mengundang munculnya pikiran yang penuh tekanan maupun berbagai emosi negatif yang kemudian dapat berlanjut pada persoalan psikologis bahkan kondisi gangguan mental tertentu. 
Tentunya, ketika kenyamanan dan kesejahteraan diri sedang rendah, sedang tidak dimiliki dalam diri, seseorang akan mudah masuk pada kondisi tidak optimal. Tandanya dimulai dari sekedar tidak bersemangat sampai dapat pula menjadi tidak mampu produktif, merugikan diri sendiri, bahkan membahayakan orang lain. Di sini semakin terlihat bukan bahwa mengelola kebugaran psikologis, kesehatan mental dalam diri kita, sama perlunya dengan mengelola kesehatan fisik untuk kelangsungan kehidupan yang nyaman, optimal, dan produktif.
Bagaimana supaya bisa mengelola kesehatan mental diri? Kenyataannya, hidup tidak akan lepas dari pengalaman tidak menyenangkan seperti masalah atau tidak tercapainya kenyataan sesuai harapan bukan? 
Ya, kehidupan tidak selalu seindah dongeng bukan? Tidak hanya pengalaman hidup manis, tapi terkadang asam, asin atau bahkan pahit. Kita ingin hidup berkecukupan,namun pada kenyataannya selalu saja ada yang kurang. Atau, sudah melakukan usaha terbaik, namun tetap saja tidak dapat luput dari persoalan atau musibah.Kondisi-kondisi ini sangat mudah memicu diri pada situasi penuh tekanan ataupun negatif. Bila dibiarkan saja, tidak dikelola secara tepat maka akan mudah membuat diri pada kondisi yang tidak sehat mental. Belum tentu memiliki gangguan jiwa sih, namun kondisi-kondisi negatif akan mendominasi keseharian. Hal ini pun dapat menjadi awal dari persoalan psikologis bahkan gangguan jiwa bila dibiarkan terus menerus.Lalu bagaimana ya cara untuk mengelola kebugaran psikologis sehingga dapat memiliki atmosfer yang lebih sehat mental? Beberapa hal sederhana ini dapat dilakukan, diantaranya:  
Memiliki kesadaran akan ‘status’ atau kondisi diri
  • Langkah awal yang perlu dimiliki adalah membiasakan diri untuk memiliki kesadaran. Maksudnya di sini adalah kita selalu sadar, tahu, paham akan apa yang sedang kita alami dan jalani, akan apa keinginan kita, akan apa yang sedang berlangsung dalam kehidupan kita, akan apa yang kita pilih atau putuskan. Masa sih orang hidup tidak sadar? Sedang pingsan atau koma donk. Eit, jangan salah ya, kesadaran itu sesuatu yang perlu dilatih lho. Sering kali seseorang melakukan sesuatu tapi tidak menyadari apa yang ia lakukan. Akibatnya ia pun tidak akan mampu melihat peran dari aktivitas atau kehidupannya tersebut karena apa yang ia lakukan sebetulnya tidak dipahaminya. Salah satu tanda bahwa kita sadar akan tindakan, pikiran, dan emosi kita adalah ketika kita tahu apa alasan tindakan atau keputusan kita. Coba dilihat pada hal-hal sederhana dalam diri kita, sudahkah kita selalu memahami, tahu, apa alasan tindakan kita? Atau hanya mengikuti bahkan otomatis saja berjalan? 
Berfokus pada mengelola daripada berjuang untuk sekedar memenuhi kriteria ideal namun tidak realistis
  • Berikutnya, perlu membiasakan diri untuk mengelola antara idealisme dan kenyataan. Idealisme atau konsep terbaik perlu dimiliki sebagai dasar untuk memelihara semangat dan motivasi diri. Namun, sikap ini juga perlu diimbangi dengan sikap realistis. Hal ini akan membantu kita untuk mampu menciptakan standar dan upaya yang dapat dilakukan secara ‘feasible’ daripada terus berada pada kondisi penuh angan tanpa kenyataan. Coba simulasikan, bagaimana yang dirasakan apabila kita menengadah terus? Atau apabila terus bersikap tertunduk. Ada rasa pegal dan tidak nyaman di tengkuk bukan? Yang dibutuhkan adalah keseimbangan antara melihat ke atas dan ke bawah sehingga otot leher berperan seimbang. Analogi ini dapat menjadi gambaran  bagaimana kita perlu menyikapi tentang memilki idealisme sekaligus realistis sehingga dapat dijalani dan mencapai optimal.
Memilah dan memilih bagaimana mengelola diri (harapan, impian, permasalahan)
  • Pernah dengar skala prioritas? Secara sederhana, konsep ini perlu lho kita gunakan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ternyata penting bagi kita untuk memilah dan memilih mana yang ingin dijalankan, bagaimana memenuhi harapan atau impian dan bagaimana menyikapi permasalahan. Tidak mungkin dalam satu waktu semua kita lakukan dan selesaikan bukan? Maka, untuk mengelola kesejahteraan diri menuju sehat mental kita perlu belajar untuk memilah dan memilih apa yang akan kita lakukan, baik berdasarkan urutan waktu, tingkat keperluan (urgensi) maupun kebutuhan.
Berusaha mengkondisikan diri pada situasi atau lingkungan positif, walau sekedarnya
  • Penting juga dilakukan bagaimana kita mengkondisikan diri untuk dapat memiliki lingkungan yang positif sehari-hari. Ada banyak cara yang dapat dilakukan, seperti mengkondisikan diri berada di sekitar orang-orang yang berpikir positif dan menyenangkan, menghindari bacaan atau tayangan yang cenderung negatif, membiasakan diri untuk ‘membuang ‘sampah pikiran’ yang tidak perlu dipikir(atau ‘diletakkan” daripada dibawa-bawa terus setiap hari), sampai pada hal yang sepertinya tidak berhubungan dengan pikiran, seperti makan makanan sehat, olah raga, atau cukup tidur. Mengkondisikan pikiran dan tubuh pada situasi yang relaks dan menyenangkan dalam keseharian merupakan inti dari mengkondisikan diri pada situasi atau lingkungan positif.
Bagaimana teman-teman? Berusaha untuk menghadirkan kebugaran pikiran dan emosi dalam rangka mencapai kesehatan mental sebetulnya dapat dimulai dari hal-hal kecil dan ringan sehari-hari bukan? Kunci utama adalah bagaimana mau mencoba, melatih dan konsisten melakukannya. Dapat dimulai dari sekedar menyelipkan pada rutinitas harian sampai pada akhirnya membangunnya sebagai kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Pastinya, bila memiliki kemauan dan diikuti dengan melakukan langkah awal, kesehatan mental yang terkelola bukan sekedar angan saja. 
Yuk, mengelola diri untuk kesehatan mental kita….
#sehatkudimulaidariaku


0 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: