Musik : Sebuah Seni, Entertainment atau Lebih?
Oleh : Yoga Padma Wanny
Minggu, 10 Maret 2019. Di pagi hari yang mendung ini, musik “Solo” yang sedang naik daun terdengar dari radio kantor Wiloka Workshop. Sembari menulis artikel, saya menyeruput segelas kopi hangat. Ahh… Mantab!!
Musik, sedikit hal dari kehidupan yang tidak pernah berubah. Lantunan nada dan melodi otomatis membuat kita menggerakkan jari dan kepala. Musik selalu ada di sana, di sudut indera pendengaran saat kita sedang sibuk atau mengisi rongga pikiran saat kita sedang bersantai. Satu hari tanpa mendengarkan musik rasanya tampak mustahil. Bahkan di rumah pun, kita bisa mendengarkan musik yang disetel tetangga. Saat naik bus umum, ada musik. Saat berbelanja di Alfamart, ada musik. Bahkan saat tidak ada musik yang diputar, otak kita tiba-tiba memainkan musik yang kita dengar di Youtube barusan.
Musik itu selalu ada setiap hari dalam hidup kita. Namun, apakah musik itu? Kok, musik erat sekali dengan kehidupan manusia? Para peneliti percaya bahwa musik adalah dasar dari segala bentuk komunikasi manusia. Sama uzurnya dengan lukisan-lukisan manusia goa, musik berfungsi sebagai media penyebaran informasi kepada manusia yang lain. Di jaman sekarang, musik adalah ekspresi emosi. Apa yang tidak bisa disampaikan melalui kata-kata, disampaikan dengan musik. Jangan heran kalau musik galausangat laku terjual. Karena kalimat-kalimat galau-nya, melodi yang mellow, dan ritme yang lembut lebih mudah mengekspresikan emosi galau pendengarnya. Seakan-akan, si komposer musik sangat mengerti permasalahan hidup kita. Mendengarkan musik membuat kita bisa curhat dengan orang lain tanpa perlu mengungkapkan isi hati kita. Seperti diungkapkan penyair Robert Browning : musik mengisi kekosongan setiap pendengarnya.
“Who hears music, feels his solitude
peopled at once.” ― Robert Browning
Dalam ruang sosial, musik memiliki fungsi yang luas. Dari fungsi hiburan, pembangun suasana, sampai penunjuk indentitas sosial. Fungsi hiburan mudah sekali ditemui saat kita sedang mengikuti acara pernikahan, bazzar ataupun transportasi publik. Pembangun suasana bisa ditemui saat kita menonton film di bioskop, teater drama, acara ulang tahun, dsb. Sementara identitas sosial bersifat lebih abstrak. Coba deh, Teman Wiloka mengingat-ingat saat sedang bersama sahabat atau teman dekat kalian. Pasti kalian memiliki beberapa musik yang sangat disukai oleh semua orang dalam kelompok tersebut. Bahkan kalian juga suka berbagi musik yang dianggap bagus kepada teman-teman atau orang yang dekat. Mendengarkan musik, berbagi musik, dan menyanyikan musik bersama merupakan suatu bentuk perilaku yang dapat menunjukkan eksistensi kelompok dan identitas kelompok.
Musik juga sangat sering digunakan sebagai media belajar. Misalkan, musik ABC yang digunakan untuk mengajarkan konsep alfabet pada anak-anak atau musik Kasih Ibu untuk mengajarkan rasa terima kasih kepada orang tua. Musik juga bisa digunakan sebagai media terapi psikologis. Bahkan sebagai identitas sosial, seperti Indonesia Raya ataupun lagu-lagu daerah dan nasional lainnya. Musik lebih dari seni dan hiburan. Bahkan samudera musik yang luas belum sepenuhnya diselami oleh manusia. Para peneliti dan ilmuwan berusaha sangat keras untuk menjawab berbagai pertanyaan dan mitos mengenai musik. Namun perhatian yang kurang terhadap pentingnya dampak musik secara psikologis bisa menghambat majunya manusia dalam memahami seluk-beluk musik yang kita dengarkan setiap waktu.
Setiap kali Teman Wiloka mendengarkan musik, coba rasakan berbagai perubahan yang terjadi dalam diri teman-teman. Dengan melihat ke dalam diri sendiri, akan muncul apresiasi terhadap hal-hal sederhana yang terus mendampingi kehidupan ini. Nah dalam artikel yang akan datang, Wiloka mencoba menyajikan fakta-fakta menarik mengenai dampak musik dalam kehidupan sehari-hari kita. Stay tuned.
*penulis adalah mahasiswa magang Wiloka Workshop batch 2
0 Comments