Oleh: Lucia Peppy Novianti, S. Psi., M. Psi., Psikolog
Depresi selalu dikaitkan dengan peristiwa bunuh diri. Seperti peristiwa pesohor dunia belum lama ini yang ditemukan mengakhiri hidupnya, lalu dikaitkan dengan  depresi sebagai penyebabnya. Ya, depresi memang dapat menjadi awal dari tindakan bunuh diri tapi depresi bukan dan tidak selalu menjadi penyebab utama terjadinya perliku bunuh diri. Kondisi yang membuat seseorang sampai berpikir untuk mengakhiri kehidupannya sebetulnya begitu kompleks sampai-sampai ia merasa tidak lagi ada harapan dalam hidupnya. Di sisi lain, ada pula lho orang-orang yang sebetulnya memiliki kondisi depresi dalam hidupnya namun tetap dapat bekerja maupun produktif seperti laiknya orang normal. Artikel ini ingin mengajak kita untuk lebih memahami dan peka terhadap kondisi depresi. Bisa jadi kita memiliki hal itu lho dan perlu segera mengolahnya. Atau orang terdekat kita yang tampaknya baik-baik saja ternyata justru sedang memiliki kondisi depresi dalam dirinya. kondisi depresi tidak dapat langsung terlihat, namun dengan peka dan mau peduli maka kita akan mampu memberikan dukungan yang diperlukan kepada mereka yang sedang dalam kondisi depresi. 
Apa sih Depresi itu?
Depresi yang banyak diasosiasikan secara umum sebetulnya dalam istilah ilmiahnya mengacu pada afek depresif. Depresi dan afek depresif merupakan dua kondisi yang berbeda. Afek depresif lebih menggambarkan sebuah suasana hati yang penuh dengan kondisi negatif dan didominasi dengan kesedihan. Sedangkan Depresi dalam istilah medis akan mengacu pada sebuah gangguan kesehatan mental yang dapat memengaruhi pola pikir, perasaan serta cara berperilaku sehari-hari. Secara mudahnya, afek depresif merupakan sebuah jenis perasaan (seperti halnya marah, bahagia, malu) sedangkan depresi sebagai gangguan mental mengacu kepada sebuah ‘istilah gangguan atau penyakit’. Tidak semua orang yang pernah memiliki afek depresif akan mengalami gangguan depresi ini. Namun, bila afek depresif sering muncul, dibiarkan berkembang, dan berlangsung lama maka seseorang akan dapat masuk pada kondisi gangguan mental depresi ini (atau dalam istilah medisnya disebut gangguan depresi mayor atau gangguan suasana hati).Kondisi depresi juga berkaitan dengan adanya perubahan pada sistem tubuh (hormon) di otak. Oleh karena itu, penanganan pada orang yang terdiagnosa dengan depresi perlu pula menyentuh tentang pengelolaan secara fisik baik dengan pengobatan maupun pengaturan pola makan. Setelah itu, pengelolaan pikiran dan emosi juga menjadi hal penting untuk diperhatikan agar dapat mengakhiri kondisi depresi yang sedang dialami, termasuk pengelolaan diri. 
Bagaimana Depresi bisa membuat seseorang berpikir bunuh diri?
Depresi dan bunuh diri merupakan dua hal yang berbeda. Keduanya dapat saling berkaitan tetapi tidak selalu bersama. Artinya, tidak selalu orang yang depresi akan bunuh diri dan tidak selalu orang yang pada akhirnya bunuh diri memiliki gangguan depresi. Depresi biasanya berkaitan dengan pemikiran-pemikiran individu, yang kemudian menimbulkan rasa cemas, khawatir berlebihan, ketakutan, atau berbagai pemikiran negatif yang membuatnya merasa penuh rasa salah, tidak berharga, tidak berarti. Sedangkan, perilaku bunuh diri biasanya merupakan ujung karena adanya pemikiran bahwa kehidupannya sudah tidak berarti, tidak ada harapan, atau tidak memiliki gambaran bahwa persoalan yang sedang dihadapi memiliki jalan keluar. Orang yang pada akhirnya melakukan bunuh diri biasanya tidak sedang dalam fase depresif. Biasanya ia dalam kondisi yang memiliki tenaga atau energi sehingga dapat menggerakkan dirinya untuk melakukan perilaku tersebut (entah memasang tali, mencari obat, menyayat diri). Bila seseorang sedang dalam fase depresi, ia akan cenderung dipenuhi dengan tidak adanya keinginan melakukan apapun, menarik diri, bermalas-malas, sehingga tidak ada dorongan untuk bergerak apalagi inisiatif tertentu.  
Bagaimana mengenali gejala terjadinya depresi pada diri sendiri atau orang terdekat?
Kondisi depresi pada seseorang secara umum ditandai dengan adanya dominasi rasa sedih, putus harapan, merasa tidak berharga, kehilangan keterikatan pada banyak hal (bahkan sesuatu yang sebelumnya sangat ia gemari bahkan hobinya), dan memunculkan pemikiran menyalahkan diri sendiri. Depresi baru dapat ditegakkan diagnosisnya bila pikiran atau kondisi tersebut telah berlangsung setidaknya dua minggu berturut-turut. 
Persoalannya, ternyata orang yang sedang memiliki depresi sering kali tidak sesederhana ciri-ciri di atas. Bila menengok pada ciri-ciri tersebut, sepertinya orang dengan depresi akan tergambar sebagai ornag yang tidak bersemangat, lesu, menutup diri bahkan memutus akses sosial. Pada kenyataannya, ada pula (bahkan banyak) orang yang memiliki depresi namun juga menggunakan topeng sehingga tampak tetap bersosialisasi, menjadi orang yang sepertinya banyak teman, ramah, dan aktif berkegiatan.Tipe kedua ini biasanya akan memiliki ‘kerentanan’ kondisi psikologisnya karena disamping memiliki kondisi depresi, ia pun menuntut dirinya untuk mampu menyimpan berbagai tekanan dan gejolak yang sedang dialami. Orang dengan situasi ini akan lebih rentan untuk mengalami kondisi frustasi dan bukan tidak mungkin memiliki ide-ide untuk bunuh diri bila tidak difasilitasi dalam pengelolaan pikiran dan perasaannya tersebut.
Lalu, bagaimana cara agar dapat memutus siklus pengalaman afek depersif yang dirasakan?
– belajar untuk mengekspresikan diri daripada memendam
Memendam perasaan dan pikiran akan lebih banyak berdampak negatif pada diri sendiri. Setiap orang memiliki ‘kotak penyimpanan’ yang sebetulnya sangat terbatas. Bila kotak tersebut terus dipaksa dan dijejali dengan hal-hal yang harus disimpan, disembunyikan, ditekan, maka suatu saat akan dapat ‘meledak’. Ledakan ini akan dapat muncul sebagai suatu kondisi psikologis negatif atau bahkan penyakit tertentu lho.
– olah pikiran
Beberapa pengalaman afek depresif cenderung bersumber pada kesalahan pemikiran yang kemudian memunculkan emosi-emosi negatif seperti kecemasan atau rendah diri. Oleh karena itu, melatih kemampuan pengelolaan cara berpikir akan sangat penting agar kita mampu mengkontrol diri ketika sedang mengalami emosi negatif agar tidak berlarut pada kesalahan berpikir, pemikiran berlebihan, atau tidak realistis.
– olah tubuh dan merawat diri
Kondisi dan kebugaran tubuh secara fisik turut berkontribusi terhadap bagaimana kondisi depresi akan bertahan dalam diri seseorang. Ini karena adanya hormon-hormon yang turut menentukan kondisi depresi itu. Selain mengelola pikiran, mengkondisikan diri dan tubuh pada situasi yang sehat akan mampu mengkontrol hormon-hormon penyebab depresi tersebut. Maka, apabila kita memiliki teman atau orang terdekat yang sedang dipenuhi afek depresif atau bahkan sedang dalam gangguan depresi, mengkondisikannya untuk mengelola makanan yang sehat dan mendukung serta beraktivitas fisik akan turut membantu upaya pengelolaan kondisi depresi ini.
– mencari pertolongan
Depresi perlu disikapi dengan respon penuh optimisme. Pada orang yang sedang mengalami tentunya tidak mudah melakukan hal tersebut. Oleh karena itu, sangat diperlukan kepedulian orang-orang di sekitarnya untuk membantu agar mulai terkondisi pada situasi yang lebih positif untuk dapat keluar dari afmosfer depresif ini. Yuk, mari kita lebih peka dan peduli terhadap orang di sekitar kita, jika kalian ingin tahu bagaimana mendampingi teman atau keluarga yang sedang mengalami depresi, kalian bisa ikutan kulwapp yang diadakan oleh Wiloka Workshop. Hubungi kontak di poster untuk info lengkapnya ya



0 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: