oleh : Izza Puspitasari
Wiloka Workshop Yogyakarta melenggarakan Forum Belajar Psikologi Forensik selama dua hari pada tanggal 30 – 31 Maret 2019.Tema sesi pertama adalah “Wawancara Investigasi untuk Korban” dan untuk sesi kedua bertema “Wawancara Psikologi Forensik untuk Korban Anak dan Dewasa Retardasi Mental Ringan”.Forum Belajar Psikologi Forensik kali ini berlokasi di ruang Exypnos, Hotel Horaios Malioboro Yogyakarta.
Forum belajar ini diikuti oleh berbagai kalangan, mulai dari sarjana psikologi, mahasiswa magister psikologi profesi, dosen dan psikolog. Kegiatan sesi pertama dilaksanakan pada hari Sabtu, mulai pukul 09.30 WIB sampai dengan pukul 17.40, sedangkan sesi kedua dilaksanakan pada hari Minggu, mulai pukul 09.00 sampai pukul 17.00. Narasumber dalam kegiatan ini adalah Dra. Reni Kusumawardhani, M.Psi., Psikolog, seorang pakar psikologi forensik di Indonesia.
Tema Forum Belajar Psikologi Forensik kali ini cukup menarik karena berangkat dari berbagai berita di media yang banyak mengungkap fenomena proses perlakuan pada korban atau saksi suatu tindak pidana yang justru kurang tepat sehingga tidak efektif. Demi mendapatkan pengakuan dari tersangka, seorang penyidik cenderung menggunakan kekerasan, intimidasi bahkan ada yang sengaja melilitkan ular kepada terperiksa agar cepat memberikan pengakuannya. Terlebih lagi ketika menggali informasi kepada korban anak dan dewasa dengan retardasi mental ringan. Pada sesi kelas kali ini pembicara memberikan teknik pendekatan psikologis yang dapat mendukung proses hukum tanpa kekerasan fisik maupun verbal.
Pada hari pertama, peserta belajar mengenai tahapan teknik wawancara kognitif. Wawancara kognitif ini nantinya dapat menjembatani proses menemukan kembali informasi yang tersimpan dari berbagai sumber dengan cara membuat saksi atau korban merasa rileks dan kooperatif. Setelah itu, peserta mempelajari model wawancara untuk saksi atau korban. Tidak semua saksi dan korban kooperatif memberikan informasi yang ingin diketahui pemeriksa, sehingga penting mempelajari bagaimana metode yang sesuai untuk melakukan wawancara kepada saksi atau korban agar tetap mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Setelah itu, narasumber menjelaskan beberapa hal yang nantinya dapat membuat informasi korban menjadi bias, hal apa saja yang dapat mempengaruhi kebenaran suatu kesaksian dan tahapan-tahapan pada wawancara kognitif. Setelah seluruh materi dipelajari oleh peserta, narasumber meminta masing-masing peserta untuk berpasangan dan mempraktikkannya. Seluruh peserta diberikan kesempatan untuk melakukan latihan wawancara kognitif secara bergantian.Setelah latihan wawancara kognitif, peserta mempelajari cara menganalisis hasil wawancara investigasi yang sudah didapatkan.
Pada hari kedua, peserta mengulang sekilas mengenai metode wawancara kognitif yang sudah dipelajari pada hari pertama. Kemudian, peserta difasilitasi untuk belajar tentang bagaimana teknik secara spesifik untuk dapat memperoleh data dan informasi dari para saksi atau korban terutama anak-anak dan dewasa dengan retardasi mental. Peserta sempat berlatih teknik-teknik permainan yang dapat menjembatani proses pengumpulan data, sesuai dengan usia anak. Peserta juga memperoleh kesempatan untuk mempraktikkan, berlatih bersama dan mendapatkan umpan balik. Tidak cukup sampai disitu, pada sesi terakhir di hari kedua ini peserta diajarkan salah satu teknik yang dapat dilakukan untuk melakukan penutup setelah melakukan serangkaian proses wawancara investigasi sehingga kondisi saksi atau korban kembali nyaman.
*Penulis merupakan siswa magang batch 2 Wiloka Workshop Yogyakarta
Like this:
Like Loading...
0 Comments