Oleh: Elisa Kimberly
Akhir-akhir ini pelecehan ramai dibicarakan di media sosial dan media massa. Tetapi mengapa berita-berita tersebut hanya berfokus pada penyintas perempuan dan tidak berbicara tentang laki-laki. Apakah laki-laki diciptakan hanya untuk menjadi pelaku? Apakah laki-laki tidak pernah menjadi penyintas pelecehan? Pelecehan seksual adalah suatu tindakan yang tidak diharapkan sehingga menyebabkan seseorang merasa tidak nyaman, risih, dan terganggu, bahkan juga dapat menimbulkan persoalan serius baik pada fisik maupun mental. Hal yang juga penting terkait pelecehan seksual ini adalah perilaku dilakukan dengan cara memaksakan sesuatu yang bersifat seksual. Nah yang menarik adalah bahwa terkait pelaku maupun penyintas pelecehan ini tidak dapat hanya dicirikan pada satu karakteristik saja. Artinya, yang menjadi penyintas bisa saja perempuan bisa juga laki-laki. Pun dengan pelaku. Apakah teman-teman pernah berpikir demikian?
Kasus-kasus pelecehan pada kaum laki-laki sebetulnya banyak juga terjadi. Namun, bahwa laki-laki kemudian menjadi penyintas pelecehan sering kali diragukan. Laki-laki biasanya lebih dipandang berperan sebagai pelaku daripada penyintas. Padahal, penyintas kekerasan seksual ini bisa saja laki-laki maupun perempuan. Kondisi tersebut salah satunya bersumber dari karakter maskulinitas secara kental di masyarakat kita sehingga melahirkan toxic masculinity, termasuk dalam konteks kekerasan seksual ini. Anggapan laki-laki adalah makhluk yang agresif secara seksual menjadikan laki-laki sering kali dianggap selalu menjadi pelaku.
Budaya patriarki yang kental, salah satunya membuat kaum laki-laki perlu memiliki kondisi yang kuat, yang diasosiasikan dengan sikap maskulin. Adanya kondisi lemah dalam diri sepertinya tidak diijinkan. Dinamika ini juga jamak ditemui pada penyintas kekerasan laki-laki. Gejolak internal mudah muncul terkait sisi maskulinitas diri ketika mengakui bahwa diri mereka menjadi penyintas kekerasan seksual. Akibatnya, penyintas laki-laki kemudian enggan bahkan memendam pengalaman kekerasan yang dialami.
Berbagai dampak dialami para penyintas kekerasan, termasuk penyintas laki-laki. Pelecehan yang dialami oleh penyintas akan menimbulkan beberapa dampak salah satunya adalah merasa bahwa dirinya bukan lelaki sejati. Mereka beranggapan bahwa menangis dan tidak bisa melawan pada saat pelecehan itu menjadi sebuah kelemahan dan menunjukkan bahwa dirinya tidak menjadi lelaki yang sejati. Selain gejolak negatif dalam diri, lingkungan yang tidak mendukung menjadi ketakutan untuk melapor dan meminta bantuan. Budaya ini juga diperparah dengan peran lingkungan yang tidak mendukung dan membantu pada penyintas ini untuk bangkit, bisa menerima dirinya setelah terjadinya pelecehan tersebut.
Peran lingkungan untuk para penyintas sangatlah penting untuk tidak merasa takut. Lingkungan yang dimaksud bukan hanya berfokus pada lingkungan yang ada di sekitar saja, tetapi pada media sosial juga berperan di sana. Peran lingkungan media sosial yang sudah nyata adalah para komunitas-komunitas anti kekerasan seksual. komunitas-komunitas anti kekerasan seksual ini membantu para penyintas kekerasan untuk mendampingi dan membantu pada saat pelaporan kasus kekerasan. Bukan hanya itu saja peran lingkungan untuk para penyintas tetapi komunitas ini juga membuat para penyintas merasa tidak sendirian dan memberikan edukasi kepada para penyintas dari konten yang di upload di media sosial.
Selain media sosial yang sangat penting untuk mendukung para penyintas ada lingkungan nyata seperti keluarga dan masyarakat yang bisa membantu untuk para penyintas merasa aman dan tidak takut untuk melapor. terkadang pola pikir masyarakat yang menganggap bahwa penyintas adalah sebuah aib dan tidak layak untuk di bantu adalah hal yang janggal (terlebih jika penyintas tersebut pada kaum laki-laki). sedangkan para penyintas sangatlah membutuhkan dukungan dari sekitarnya untuk bisa bangkit lagi. maka dari itu masyarakat harus bisa membantu dengan cara mengubah pola pikir yang tidak layak menjadi layak dibantu dan membuat lingkungan nyaman untuk para penyintas.
Referensi:
Miranti, A., & Sudiana, Y. (2021). Pelecehan Seksual Pada Laki-Laki Dan Perspektif Masyarakat Terhadap Maskulinitas (Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough). Bricolage: Jurnal Magister Ilmu Komunikasi, 7(2), 261-276.
*penulis merupakan mahasiswa magang Wiloka Workshop
0 Comments