Oleh: Yoga P. Wanny

Berbicara soal kesehatan, kesentosaan fisik selalu menjadi topik yang mendominasi. Namun bagaimana dengan kenyamanan mental? Pernahkah Anda bertanya, “sehatkah mental saya?”.  Jauh lebih mudah tentu untuk menjawabnya dengan pernyataan negasi, “saya tidak sakit”. Betul bahwa tidak sakit adalah salah satu penanda kondisi sehat, akan tetapi bukan satu-satunya dan bukan pula yang utama. Kesehatan didefinisikan sebagai kondisi sentosa fisik, mental, dan sosial. Daripada mendefinisikan sehat sebagai keadaan tanpa penyakit, sehat lebih baik dipandang sebagai sebuah pencapaian kondisi sentosa tersebut. 

 

Banyak indikator telah tersedia yang lazim digunakan untuk menakar kesehatan fisik. Tekanan darah misalnya, atau indeks massa tubuh, begitupun dengan kadar gula darah. Semua indikator ini berfungsi sebagai referensi untuk melihat kesehatan fisik seseorang. Apa yang harus dipertahankan, dikurangi, atau ditambah agar seseorang tetap sehat dan bugar dapat ditarik dari indikator-indikator tersebut. 

 

Sayangnya tidak banyak indikator tersedia untuk menakar kesehatan mental. Umumnya, indikator-indikator ini hanya dikuasai oleh kaum profesional dan nihil nilai praktis dalam masyarakat umum. Tergerak dengan kondisi tersebut, Prof. Johana Endang Prawitasari kemudian mengajukan indikator kesehatan sosial-psikologis. Konsep yang diajukannya didasarkan kepada fungsi praktis, murah, dan mudah dipahami agar dapat berdaya guna bagi siapa pun. Indikator kesehatan sosial-psikologis ini kemudian dikenal dengan konsep 4B yang telah dituliskan dalam makalah kebijakan berjudul Indikator Sosial-Psikologis Kesehatan Masyarakat yang diterbitkan dalam Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan di 2001. 

 

Konsep 4B merupakan indikator kesehatan psikososial berdasarkan kemampuan seseorang untuk Belajar, Bekerja, Bermain, dan Bercinta. Keempat kegiatan ini dipilih karena merupakan keutamaan dari fungsi kemanusiaan seseorang. Sebagai manusia tentu kita terus berkembang dan bertumbuh dengan menambah kekayaan pengetahuan dan kemampuan kita dengan aktivitas belajar. Apa yang didapatkan dari belajar kemudian menjadi landasan kegiatan bekerja. Sederhananya bekerja adalah kegiatan menghasilkan sesuatu yang berdaya guna. Bekerja juga memastikan dapat terpenuhinya kebutuhan yang kita perlukan. Baik belajar dan bekerja adalah kegiatan yang produktif, namun menghabiskan energi. Oleh karenanya diperlukan juga cara untuk mengisi energi yang terkuras itu. Maka sebagai manusia kita perlu bermain dan bercinta.

 

Bermain adalah sebuah kegiatan spontan dengan lingkungan, entah itu makhluk hidup lain atau sebuah objek, yang menghadirkan perasaan sukacita. Anda dapat saja bermain dengan serius dan terencana, namun sekadar menghabiskan waktu untuk berbincang dan bersantai di sore hari juga dapat dikatakan sebagai bermain asal Anda merasa senang karenanya. Selain bermain, bercinta adalah kegiatan lain untuk mengisi ulang energi. Bercinta mengacu kepada arti yang lebih luas, bukan semata-mata cinta seksual. Namun, bercinta yang dimaksudkan adalah cinta-kasih dengan orang lain, yaitu ketika aspek afektif kita difungsikan untuk mencapai kedamaian sesama manusia.

 

Indikator 4B dapat digunakan untuk menakar kegiatan Anda dalam suatu rentang waktu. DIrekomendasikan bahwa setidaknya dalam seminggu, Anda telah melakukan keempat kegiatan tersebut. Perlu diperhatikan bahwa mencapai keseimbangan secara kuantitatif bukanlah tujuan dari konsep ini. Tetapi, proses di mana menengok kembali kehidupan dan menakar dosis untuk tiap-tiap kegiatan hingga tercapai kombinasi yang paling nyaman bagi hidup Anda adalah tujuannya.

 

Referensi:

Prawitasari, J. E. (2001). Indikator sosial-psikologis kesehatan masyarakat. Manajemen Pelayanan Kesehatan, 4(2), 67-73.

Prawitasari, J. E., & Theodorus, E. (2021). Kesehatan psikososial: Model penyesuaian dalam kepemimpinan di era perubahan disruptif. Kanisius.


0 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: