Oleh: Lucia Peppy N, S.Psi., M.Psi., Pskolog
Clara (bukan nama sebenarnya) merasakan hari-harinya mulai seperti langit runtuh. Ia dan suaminya, Boro, telah dua tahun menikah. Sampai saat ini mereka belum dikaruniai buah hati. Dari keluarganya, Clara dituntut untuk segera memiliki momongan karena ia adalah anak pertama di keluarganya dan orang tuanya sangat merindukan cucu, terutama laki-laki, yang diharapkan dapat meneruskan garis keturunan. Sejak menginjak satu tahun pernikahan, mereka sebetulnya sudah aktif memeriksakan diri ke beberapa dokter, sampai terakhir adalah dua hari lalu ketika mereka mendapati suatu hasil yang sungguh membuat mereka shock. Dari hasil pemeriksaan laboratorium ternyata diketahui bahwa dalam bahasa awam, sel-sel sperma pada Boro tidak akan mampu membuahi telur Clara sehingga pembuahan pun tidak akan mungkin terjadi. Mendengar hasil itu, Clara sangat sedih dan terpukul. Ia lalu tiba-tiba flash back ke beberapa tahun lalu tepatnya sebelum merencanakan pernikahan. Orang tuanya tidak menyetujui pernikahan mereka karena ada beberapa hal yang menurut pandangan orang tuanya tidak tepat bagi Clara. Namun, karena Clara melihat hal yang disangsikan orang tuanya itu bukan sesuatu yang mendasar, maka ia pun kukuh pendirian dan tetap menikahi Boro. Ada rasa muncul seperti durhaka kepada orang tuanya yang dirasakan Clara saat ini. Namun di sisi lain, ia tetap nyaman hidup dengan Boro. Pihak keluarga Boro juga kemudian memunculkan sikap negatif kepada Clara. Sementara itu, di sisi lain, karir Clara pun menuntutnya untuk lebih fokus karena ia dipromosikan untuk menduduki jabatan lebih tinggi.
Bila melihat cerita di atas, sepertinya banyak sekali persoalan yang harus dihadapi dan diselesaikan Clara. Apakah teman sering juga mengalami kondisi demikian? Tiba-tiba dalam satu waktu muncul persoalan dari berbagai sudut kehidupan. Beberapa orang mungkin pernah mengalami bahwa beberapa persoalan yang datang bersamaan memiliki kualitas persoalan yang berat. Menghadapi kondisi tersebut, beberapa orang berpikir seperti mau mati saja, karena merasa terlalu beratnya beban. Penyelesaian pun tampak jauh dari harapan. Namun masih terdapat pula orang yang mampu berusaha optimis untuk berjuang dan mencari kenyamanan hidup disela-sela hal yang sangat sulit itu. Apa yang membuat orang berbeda dalam merespon berbagai persoalan hidup?
Saat kesulitan dan beban hidup datang, secara naluriah manusia akan muncul pikiran refleks untuk flightor fight. Apakah ketika persoalan itu datang akan menghadapi dan berjuang atas persoalan tersebut (fight) atau justru melarikan diri, menolak, dan menghindar (flight)? Masing-masing akan memiliki konsekuensinya sendiri. Flight atau menghindar memang akan mendatangkan kenyamanan sesaat, karena tidak lagi menghadapi persoalan. Namun, dengan menghindar ini sebetulnya hanya sekedar menunda bahwa diri kita tidak berinteraksi dengan persoalan itu. Efek kenyamanannya sesaat. Dan terkadang dengan menghindar juga akan menimbulkan persoalan lain, seperti rasa was-was, pikiran negatif, dan ketakutan tidak perlu.
Di sisi lain, fightatau menghadapi, juga tidak berarti akan langsung membuat nyaman. Memilih cara fight juga berarti akan mengalami ketidaknyamanan pada awalnya, karena perlu menghadapi, menyesuaikan diri, dan melakukan upaya untuk keluar dari persoalan. Terkadang dapat terselesaikan segera namun banyak juga yang membutuhkan waktu panjang. Atau, ada pula persoalan yang sepertinya tidak dapat terselesaikan sehingga fight akan dilakukan sepanjang kehidupannya, seperti mendampingi suami dnegan sakit paliatif. Namun, pilihan untuk lebih bersikap fight sebetulnya akan memberikan kondisi positif dan kenyamanan lebih nyata dan jangka panjang. Proses yang mungkin tidak nyaman hanyalah bersifat sementara.
Sebetulnya, di sini saya mengajak untuk menghadapi situasi penuh tekanan atau beban hidup. Semakin banyak mendampingi semakin banyak saya temukan bahwa memilih cara flightjustru akan menimbulkan efek samping yang semakin beragam dan kompleks. Hanya saja, menantang diri untuk  memilih menghadapi masalah bukanlah perkara mudah. Untuk itu, ada beberapa hal yang dapat kamu bangun terlebih dahulu ketika sedang berusaha untuk menyelesaikan masalah:
1.     Siapkan mental: kesadaran, mengakui, kemauan
Ketika sedang  mengalami suatu persoalan, ada orang yang berpura-pura bahwa persoalan itu tidak ada padanya namun ada pula yang mengakuinya ada dalam diri sehingga kemudian berusaha untuk berjuang memperbaiki kondisi. Apabila yang diharapkan adalah masalah dapat diolah dan ditemukan solusinya, maka langkah awal adalah bangun kesiapan mental atau diri untuk berjuang bersama persoalan tersebut.
2.     Cari lingkungan sosial atau support system
Ketika menghadapi suatu persoalan, kelelahan akan mudah hadir baik pada fisik maupun mental. Walaupun sudah memiliki bekal tentang penguatan psikologis dan pikiran optimisme,misalnya,  keengganan dan pesimisme akan mudah hadir, terlebih pada persoalan yang rumit atau kompleks. Oleh karena itu, butuh penguat yang berasal dari luar diri. Teman atau keluarga yang dipercaya dapat diminta untuk menjadi penguat, benteng atau pendorong ketika pesimisme mulai hadir dalam diri.
3.      Lakukan langkah-langkah penguatan diri
Proses berusaha untuk menyelesaikan suatu persoalan sering kali tidak mudah dan akan membutuhkan waktu. Oleh karena itu sangat dibutuhkan kebugaran fisik maupun pikiran. Sambil melangkah untuk mencari cara penyelesaian persoalan, maka penting pula untuk juga menguatkan diri sendiri. Beberapa cara penguatan yang dapat dilakukan seperti melakukan refleksi atas pencapaian secara rutin, pelatihan upaya menenangkan diri (misalnya meditasi, relaksasi, rekreasi), menyusun rencana sesuai kebutuhan, bergabung dalam kelompok pendukung, ataupun mengikuti kelas-kelas atau sesi-sesi olah diri.
4.  Upayakan mencari sudut pandang/ informasi/ pengetahuan dari sumber yang dapat dipercaya
Akses informasi yang sangat mudah dewasa ini juga memiliki dampak yang dapat menyesatkan. Walaupun situs sumber informasi kita terbilang terpercaya, penting pula untuk memeriksa kembali keakuratan persepsi kita terhadap informasi tersebut dari para ahlinya secara langsung. Misalnya, apabila menyangkut suatu penyakit, walaupun banyak situs terpercaya namun tetap perlu untuk berkonsultasi langsung terhadap dokter secara tatap muka berkaitan kondisi fisik diri kita ketika sakit. Apa yang tertulis di laman internet biasanya adalah konsep global dan umum. Walaupun ada hal spesifik dan detail dalam penjelasannya tetapi apabila terkait dengan kehidupan seseorang akan tetap ada keunikan yang membuatnya berbeda walau sedikit dari konsep teoritis. Maka, jangan memberikan kepercayaan 100% terhadap informasi yang diakses. Tetap berikan ruang ketidakpercayaan sekian persen untuk mendorong diri agar berusaha mencari keakuratan terhadap konteks kehidupan kita.

Source picture: jv.silhouette-ac.com

0 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: