Oleh: Yoga Padma Wanny

 

Sesuai dengan janji saya kepada Teman Wiloka, artikel ini saya tulis sebagai kelanjutan artikel “Mengapa Kita Merasa Bosan?”. Namun dengan terjadinya berbagai peristiwa yang mengubah sebagian besar rutinitas sehari-hari kita, saya merasa tidak ada momen yang lebih tepat untuk membagikan cara berdamai dengan rasa bosan. Tentu saya berharap tulisan singkat ini dapat membantu Teman Wiloka menghadapi kebosanan yang mungkin muncul akibat self-quarantine pandemik virus Covid-19.

 

Kemajuan Teknologi, Solusi atau Jebakan?

Kecanggihan smartphone dan akses internet yang semakin mudah  berdampak pada cara kita mengatasi kebosanan. Konten hiburan menjadi mudah sekali didapat, sehingga kita sering sekali mengonsumsinya dan menjadi ketagihan. Tidak bisa dipungkiri bahwa bermain smartphone atau mengakses internet dapat menghibur kita. Akan tetapi, Teman Wiloka perlu paham bahwa hiburan ini hanya memiliki dampak sejenak dalam mengatasi kebosanan. Bahkan bisa memperparah kebosanan.

Pada artikel sebelumnya kita sudah membahas bahwa kebosanan dapat berasal dari aspek dalam diri maupun luar diri. Artinya Teman Wiloka tidak bisa mengatasi rasa bosan hanya dengan mengubah salah satu saja. Dari keduanya, aspek luar diri memang paling mudah untuk diatur karena terlihat jelas dan mudah dirasakan. Bermain smartphone atau mengakses internet termasuk mengatur aspek luar diri, yaitu mengubah situasi dengan menghadirkan objek yang menarik.

Sementara, aspek dalam diri bukan saja bersifat tidak tampak, namun juga sulit diatur. Walaupun demikian, mengatur aspek dalam diri jauh lebih ampuh dalam mengatasi kebosanan. Motivasi, perspektif dan kontrol diri misalnya, adalah beberapa aspek dalam diri yang berkaitan dengan rasa bosan.  Mari kita ambil aspek motivasi sebagai contoh. Coba Teman Wiloka memikirkan pertanyaan ini:

“Pernahkah kamu merasa sangat bosan dan ingin melakukan kegiatan yang asyik, namun tidak tahu kegiatan apa yang ingin kamu lakukan?”      

Dalam kejadian seperti ini, seringkali kita secara otomatis mencari smartphone dan mengakses internet. Padahal yang semestinya Teman Wiloka atur adalah aspek motivasi, bukan mencari objek hiburan. Apabila kita tahu apa yang mau dilakukan, tentu kita tidak akan bosan bukan?

 

Berdamai dengan Kebosanan

Meskipun kita telah membahas bagaimana kebosanan sangat menyebalkan dan membuat semuanya terlihat muram, kebosanan ternyata mengandung nilai positif. Para ahli menilai bahwa kebosanan berfungsi sebagai pengatur diri. Apakah Teman Wiloka ingat bahwa kurangnya motivasi dapat menyebabkan kebosanan? Nah, apabila kita membalik pernyataan tersebut maka, kebosanan justru menjadi tanda kurangnya motivasi dalam diri kita.

Tidak hanya motivasi saja, kebosanan juga bisa menjadi dasar memahami ketertarikan dan minat kita pada suatu hal. Kebosanan juga menjadi pemicu untuk melakukan perubahan. Meningkatkan kreatifitas, mengubah perspektif, dan membuat kita produktif. Singkatnya, kebosanan adalah sarana mengenal dan memperbaiki diri.

 

Kontrol Perilaku

Dalam beberapa situasi, kebosanan juga penting untuk diabaikan. Misalnya kebosanan saat belajar. Mungkin ini berarti bahwa Teman Wiloka tidak punya ketertarikan dalam bidang akademis, akan tetapi ini tidak menunjukkan bahwa belajar tidak penting bagi kita. Kebosanan menandakan kurangnya minat, namun tidak menandakan kurang pentingnya suatu hal. Sama ketika kita harus menjalani self-quarantine ini. Bosan tidak berarti bahwa self-quarantine tidak penting. Justru kita berkesempatan melatih kontrol diri dan melindungi orang yang kita sayangi dari ancaman virus Covid-19. Dengan menjalani self-quarantine kita telah berkontribusi untuk menghentikan penyebaran wabah.


0 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: