Bahagia di Tempat Kerja
Oleh: Nico Wilson
Apakah kamu sering merasa mudah merasa lelah, stress, dan tertekan karena pekerjaan? Sering kali bosmu menuntut kamu untuk bersikap atau berperilaku tertentu. Tetapi bagaimana bila ternyata kita tidak mampu menyesuaikan diri dengen tuntutan tersebut? Maka kita cenderung mudah untuk mengalami stres kerja.
Selain itu, kita sebagai manusia juga sering membandingan diri kita dengan orang lain. Perilaku seperti ini secara tidak langsung dapat menyebabkan perasaan tertekan bila melihat orang yang lebih sukses atau istilahnya kalah sukses. Siklus bekerja keras demi kekayaan dan status sosial seperti ini membuat kita kehilangan esensi dan tujuan utama dari hidup – menjadi bahagia.
Pada dasarnya setiap jenis pekerjaan apapun itu pasti terdapat hal-hal yang kurang menyenangkan. Namun, selama hal-hal yang tidak menyenangkan itu “sedikit”, maka pekerjaan tersebut bisa dianggap sebuah “berkah”. Sebaliknya bila pekerjaan tersebut membosankan, dan penuh tekanan, maka kamu harus mempertimbangkan pilihan untuk mencari pekerjaan baru.
“Happiness is such a simple concept, but we have learned to toss it on the heap of impossibilities in our lives today.” -Joan F. Marques
Bekerja demi menghasilkan uang adalah hal yang penting demi memenuhi kebutuhan hidup dan keluarga, namun kebahagiaan diri sendiri dalam bekerja juga tidak kalah penting. Menemukan kepuasan dalam pekerjaan yang dijalani adalah langkah awal bagi diri kita untuk bahagia. Karena sebagian besar waktu kita dihabiskan untuk bekerja, maka mencintai pekerjaan menjadi sangatlah penting.
Berikut beberapa tips yang bisa diterapkan agar tetap bahagia dalam bekerja dikutip dari Aamodt (2009) :
Kenali perusahaan tempatmu akan bekerja. Selama proses wawancara rekruitmen, tanyakanlah hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan dan organisasi. Mintalah untuk bertemu dengan pegawai yang lain dan bila memungkinkan amati bagaimana mereka menyelesaikan tugas. Penyebab utama ketidakpuasan kerja adalah tuntutan kerja yang tidak terpenuhi dan pegawai yang kurang sesuai untuk tugas tersebut. Oleh karena itu sampaikan harapanmu kepada perusahaan dan pahami apa yang diharapkan perusahaan padamu.
Jangan berkumpul dengan pengeluh. Hanya karena rekan kerjamu terus-menerus mengeluh mengenai pekerjaan atau organisasi, bukan berarti kamu juga harus melakukannya. Ubahlah topik pembicaraan atau tetaplah diam. Cobalah bersosialisasi dengan pegawai yang memiliki sikap yang lebih baik. Semakin lama kamu bersosialisasi dengan si pengeluh, maka akan berpengaruh buruk kepada kamu.
Sampaikan keluhanmu. Bila kamu merasa diperlakukan tidak adil atau tidak dihargai, cobalah untuk berbicara. Sampaikan pendapat dan alasan mengapa kamu diperlakukan tidak adil, berikanlah contoh konkrit bila perlu kemudian diskusikan keinginanmu. Faktanya para manajer sangatlah jarang mampu memahami perasaan karyawannya. Bila tidak ada perubahan setelah diskusi, cobalah bicarakan dengan manajer yang lebih tinggi atau bila perlu cobalah mencari pekerjaan lain.
Berkomunikasi dengan atasan. Selama penilaian kinerja usahakanlah untuk mendiskusikan kebutuhanmu untuk perkembangan karirmu. Bila kamu ingin terlibat lebih dalam perusahaan cari tahulah apa yang kamu perlu lakukan. Diskusikanlah keinginanmu dengan atasan agar kamu mendapatkan training dan pengalaman. Jangan menunggu keajaiban datang menghampirimu.
Tetap sabar. Saat kamu tidak bahagia, simpanlah rasa jengkel itu untuk diri anda sendiri. Mungkin ini terdengar sulit. Tetapi faktanya rekanmu tidak peduli dengan rasa kesalmu. Bahkan ada kemungkinan mereka akan menggunakan emosimu untuk menjatuhkanmu. Cobalah untuk memahami penyebab ketidakbahagiaanmu dan rencanakan perubahan. Mengeluh tanpa alasan yang rasional tidak akan membuatmu lebih bahagia.
*Penulis adalah siswa magang Wiloka Workshop Batch 2
Sumber bacaan :
Aamod, M.G. 2009. Industrial/Organizational Psychology: an applied approach sixth Edition. USA: Wadsworth Cencange Learning.
Marques, F.J. 2017. “Oh, what happiness! Finding joy and purpose through work”, Development and Learning in Organizations. An International Journal, Vol. 31(3), pp.1-3.
0 Comments