Halo Ayah Ibu… tahun ajaran sudah akan dimulai. Beberapa orang tua mungkin saat ini sedang memikirkan sekolah bagi buah hatinya. Berbagai informasi tentang kebaikan bermacam-macam metode belajar saat ini memberikan alternatif bagi orang tua daripada sekedar sekolah konvensional yang ada. Ditambah, adanya kekhususan pada beberapa metode yang ditawarkan sering kali menggelitik orang tua dalam menentukan pilihan sekolah bagi buah hati mereka. Belum lagi adanya jargon sekolah favorit dan tidak favorit, sekolah internasional, sekolah dengan keunggulan nilai religi dan sebagainya. Persoalan pemilihan sekolah pun menjadi satu tantangan tersendiri dalam hal pengasuhan bagi orang tua dewasa ini. Untuk membantu mengurai kebingungan yang mungkin masih dimiliki sebagian orang tua, artikel kali ini ingin membahas dua hal yakni tentang salah kaprah yang banyak berkembang dan hal-hal utama yang sebaiknya dimasukkan ke dalam pertimbangan orang tua.
Salah Kaprah Pemahaman “Sekolah Bagus”
– Semakin mahal sekolahnya, maka semakin bagus kualitas sekolah tersebut
Beberapa orang tua masih melihat baik tidaknya sebuah sekolah dari biaya yang dikeluarkan. Ada asumsi bahwa apabila pembiayaan tinggi maka sekolah akan memberikan proses pembelajaran dengan SDM maupun sarana prasarana yang terbaik. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa fasilitas penunjang sekolah akan membutuhkan anggaran yang cukup tinggi. Namun demikian, pembiayaan kegiatan belajar mengajar tidak dapat langsung dihubungkan dengan kualitas proses belajar itu sendiri lho.
– Fasilitas dan sarana prasarana lengkap berarti kualitas sekolah baik
Pada kenyataannya, masih banyak sekolah yang memiliki fasilitas lengkap namun tidak menggunakannya secara optimal. Ketersediaan fasilitas penunjang perlu diikuti dengan bagaimana pemanfaatannya pada proses belajar mengajar. Maka, Ayah dan Ibu perlu pula melihat lebih seksama ya bagimana sebuah sekolah dan proses belajar di dalamnya memfasilitasi penggunaan sarana belajar yang telah tersedia tersebut ketika melakukan survey pemilihan sekolah.
– Semakin banyak materi yang diberikan (dan panjang durasi bersekolah) maka semakin bagus sekolah tersebut
Beberapa orang tua berpikir agar anaknya mendapatkan berbagai hal(bahkan sebanyak mungkin hal yang dapat diajarkan kepada anak) dari sekolahnya. Masih banyak pula orang tua yang berasumsi bahwa bila sebuah sekolah menawarkan semakin banyak materi, misalnya pelajaran tambahan di luar pelajaran inti, maka berarti sekolah tersebut adalah sekolah yang baik karena membuat si anak terus belajar. Padahal, anak-anak tentunya perlu memiliki porsi belajar-bermain-istirahat secara proporsional bukan untuk membuatnya mampu tumbuh dan berkualitas?
– Semakin banyak prestasi sekolah tersebut (piala atau gelar juara yang diumumkan) maka sekolah tersebut pastinya semakin bagus.
Selain menunjukkan apa yang dimiliki sekolah berupa fasilitas, publikasi sekolah dewasa ini juga menunjukkan berbagai prestasi yang telah diperoleh. Ini pun mudah menggoda orang tua karena berpikir pastinnya sekolah tersebut bagus dilihat dari jumlah piala atau penghargaan. Padahal, perlu pula dipertimbangkan bahwa tidak hanya orientasi hasil yang akan membuat sebuah sekolah memiliki pembelajaran yang baik bagi siswanya. Bagaimana sekolah tersebut mampu memikirkan proses pembelajaran bagi para peserta didik sehingga memberikan ruang untuk pengembangan diri serta menunjukkan kemampuannya secara optimal juga merupakan poin penting untuk dipertimbangkan.
– Semakin dini anak belajar banyak hal maka kecerdasannya akan cepat meningkat
Beberapa sekolah menjadikan argumentasi ini untuk menawarkan ‘paket komplit’ dari sekolah mereka. Hal ini banyak ditemukan terutama pada jenjang sekolah usia dini. Banyak sekolah untuk usia dini yang mengklaim menjadi sekolah terbaik karena mampu membuat peserta didiknya mahir sekian bahasa, mampu membaca sejak dini maupun berhitung. Padahal setiap jenjang pendidikan menghadirkan proses belajar yang perlu sesuai dengan ‘tugas perkembangan’ pada masing-masing usia lho. Dan belum ada pula riset sahih yang menyatakan bahwa banyaknya pencapaian belajar sedari dini akan berkorelasi dengan peningkatan kecerdasan bagi anak.Orang tua perlu berpikir ulang, apakah hal tersebut justru akan terlalu membebani anak sebelum waktunya?
Setelah mencoba melihat kesalahan pemahaman tentang dikotomi sekolah baik dan buruk, saya ingin mengajak Ayah dan Ibu untuk lebih melihat pada hal-hal yang perlu menjadi pertimbangan, dari sekedar melihat baik dan buruknya semata. Beberapa hal yang sebaiknya perlu menjadi pertimbangan Ayah dan Ibu antara lain:
– Bagaimana sekolah dapat menghadirkan pemenuhan kebutuhan dasar anak
Fungsi utama lembaga sekolah adalah menjadi tempat dan fasilitator proses peningkatan pengetahuan dan keterampilan anak. Ini tentunya tidak sekedar pada hal ilmu semata namun juga perkembangan anak secara luas. Maka, Ayah dan Ibu perlu melihat apakah sekolah yang dituju menghadirkan proses pengembangan pada berbagai aspek (berpikir, berperilaku, dan pengelolaan emosi) atau melulu mengejar nilai secara kognitif semata?
– Kesesuaian dengan nilai dan tujuan keluarga
Sekolah perlu dilihat sebagai partner orang tua dalam menumbuhkembangkan anak. Karena sebagi partner, tentunya sekolah dan proses di dalamnya perlu sejalan dengan keluarga, yakni nilai dan tujuannya. Coba dilihat lebih mendalam, apakah sekolah yang dituju memiliki nilai-nilai dan semangat yang sesuai dengan nilai keluarga? Mampu menghadirkan proses untuk menuju pada tujuan keluarga? Sebagai contoh, apabila Ayah dan Ibu melihat bahwa nilai moral perlu menjadi dasar bagi perkembangan karakter anak ketika SD, maka apakah SD yang diinginkan memiliki visi tentang moral tersebut dalam proses pendidikannya? Jangan sampai terjadi kesenjangan terlalu jauh antara nilai keluarga dan nilai sekolah karena akan mampu menimbulkan kebingungan dalam proses tumbuh kembang anak nantinya.
– Memahami konsep (metode maupun proses) pendidikan di sekolah tujuan
Penting pula bagi Ayah dan Ibu untuk turut mempelajari bagiamana metode dan kurikulum pembelajaran yang akan dijalani anak di sekolah. Selain karena tentunya anak akan membutuhkan bantuan orang tua nantinya ketika menemui kesulitan dalam proses belajarnya, pemahaman akan metode di sekolah akan mampu menjadi tolok ukur dalam melihat antara kesesuaian tentang kebutuhan pembelajaran yang akan dijalani sang anak dengan harapan orang tua. Gampangnya, orang tua tidak akan merasa seperti membeli kucing dalam karung kan? Ini menjadi penting karena dewasa ini banyak istilah metode yang dihadirkan berbagai sekolah namun tidak diikuti dengan pemahaman orang tua ketika ‘membeli’ metode tersebut bagi anak-anak mereka.
– Lingkungan sekolah (lingkungan fisik dan psikologis)
Konsep lingkungan sekolah ini akan mengacu pada dua hal yakni secara fisik dan psikologis. Secara fisik tentunya Orang tua perlu memastikan keamanan lingkungan sekolah bagi buah hatinya seperti bagaimana pengelolaan keamanannya,potensi gangguan dari luar (apakah anak bebas keluar masuk pagar sekolah, bagaimana akses orang luar ke dalam area sekolah), termasuk juga bagaimana sarana prasarana mendukung terciptanya keamanan tersebut. Hal fisik ini juga termasuk jarak antara rumah dengan sekolah tujuan. Sebetulnya semakin jauh jarak sekolah dengan rumah maka semakin tinggi pula potensi permasalahan yang mungkin akan timbul, seperti kelalahan pada anak. Aspek kebersihan fisik juga perlu menjadi pertimbangan pula karena akan ikut berkontribusi terhadap kondisi kebugaran anak nantinya.
Selain lingkungan fisik, lingkungan psikologis juga perlu diperhatikan. Bagaimana keterbukaan maupun jalinan yang dibangun oleh pihak sekolah dengan orang tua akan menjadi penting untuk diperhatikan. INi akan mampu menjadi sistem kontrol bagi keamanan maupun kenyamanan anak selain juga memastikan pemenuhan tujuan sekolah dalam proses belajar. Maka bila menemui sekolah yang sepertinya sulit terbuka kepada orang tua, tidak menyediakan akses diskusi tentang proses belajar anak, atau bahkan terlalu membatasi akses orang tua kepada pihak sekolah, sebaiknya orang tua perlu beripikir beberapa kali untuk memilih sekolah tersebut sebagia tempat belajar bagi buah hati.Keamanan lingkungan psikologis ini juga termasuk bagaimana sekolah menghadirkan kenyamanan dan perlindungan secara psikologis. Ini dapat ditanyakan pula kepada para guru tentang bagaimana kebijakan tentang apabila terjadi perkelahian antarsiswa, bagaimana kebijakan tentang interaksi siswa dan guru lawan jenis (terutama jenjang SD dan lebih tinggi) dan bagaimana sistem pengawasan guru perwalian. Interaksi yang dibuat oleh sekolah dengan komite orang tua yang diselenggarakan (karena menjadi syarat wajib dari pemerintah) juga akan menjadi pertanda. Semakin adanya jalinan yang jelas dan intens antara sekolah dan komite sekolah akan menjadi tanda lebih positif daripada yang hanya sekedar pemenuhan syarat dari pemerintah semata.
Bagaimana Ayah dan Ibu? Semoga artikel kali ini memberi pencerahan bagi para orang tua yang sedang menimbang sekolah untuk buah hatinya ya…
0 Comments