Oleh: Novi Ernilawati, S.Psi., M. Psi., Psikolog

Minggu lalu dibahas tentang relaksasi napas untuk mengontrol ketegangan pikir.  Lucia Peppy menyampaikan jika mengatur napas adalah alat kontrol yang paling sederhana dan paling mudah dilakukan, kapanpun dan di manapun. Teman Wiloka sudah mencoba melakukan tips relaksasi napas tersebut belum? Atau apakah teman Wiloka masih kurang yakin tentang manfaat dari relaksasi napas ini sehingga masih enggan melakukannya? Kali ini, akan dibahas secara lebih mendalam tentang bernapas. 
Jika teman Wiloka ditanya “apakah kamu bernapas?”, saya yakin teman-teman akan menjawab dengan lugas dan tegas “tentu saja saya bernapas”. Namun, apakah teman-teman pernah menyadari bahwa karena napas berlangsung seakan secara otomatis,  kita pun tidak memikirkannya. Pernahkah kita berpikir bahwa kita sedang bernapas? Atau pernahkah kita memikirkan bagaimanakah ritme napas kita? Yang mudah ditandai misalnya kesulitan bernapas ketika mengalami hidung tersumbat bukan? Namun bila dalam kondisi sehat dan semua berjalan otomatis, maka kita pun tidak terlalu menandai napas tubuh kita. 
Sebagian besar pikiran kita dihabiskan untuk berfokus pada aktivitas, memenuhi berbagai target yang telah ditetapkan, mengerjakan berbagai tuntutan pekerjaan, maupun melakukan sekian banyak kegiatan. Mungkin jika bernapas adalah aktivitas yang perlu kita atur sendiri, berbagai kegiatan tersebut akan membuat kita lupa bernapas karena tenggelam dalam tumpukan tuntutan aktivitas. Kira-kira apa yang dapat terjadi ya? Bisa jadi kita tiba-tiba jatuh pergi ke alam lain? 
Seperti  yang  telah disampaikan dalam artikel minggu lalu, latihan napas memiliki manfaat yang luar biasa untuk melepaskan ketegangan dalam tubuh, membuat asupan oksigen ke seluruh tubuh menjadi lebih lancar, termasuk ke otak. Maka, ketika kita mampu memiliki napas yang optimal  kita pun akan lebih mudah berpikir, memusatkan perhatian maupun beraktivitas.  Salah satu rubrik di laman New York Times pada tahun 2016 membahas mengenai keuntungan melakukan latihan pernapasan. Menurut para ahli di Amerika pun banyak berpendapat bahwa nafas memiliki kekuatan yang menyembuhkan, kok bisa ya? 
Dr, Richard Brown, seorang associate professor klinis bidang psikiatri Universitas Columbia menjelaskan bahwa mengubah cara bernapas secara sadar akan membuat otak menyesuaikan bagian parasimpatetik* di sistem saraf pusat untuk memelankan kerja jantung dan pencernaan. Hal tersebut akan membuat kita merasa nyaman dan tenang. Aktivitas ini juga membuat otak menyesuaikan bagian sistem simpatetik* yang mengontrol pelepasan hormon-hormon stres, seperti kortisol. Jadi jika teman Wiloka bernapas pendek-pendek, cepat, atau ditahan maka bagian simpatetik otak yang aktif. Hormon stres yang akan cenderung dilepas ke tubuh. Namun jika teman Wiloka bernapas dengan ritme lebih lambat, maka bagian otak yang aktif adalah bagian yang menenangkan tubuh. 
Sebagai penutup, yuk kita kembali membiasakan diri melakukan latihan napas (dengan sadar ya) supaya sistem syarat parasimpatetik dan simpatetik otak kita bekerja secara seimbang. Dengan demikian, tubuh kita akan  mampu berfungsi optimal dan kenyamanan pun akan dapat lebih dirasakan pada tubuh kita. Caranya sederhana yang dapat dilakukan bernapas melalui hidung dan menghembuskannya juga melalui hidung ya teman Wiloka.  Dimulai dengan duduk tegak atau dengan berbaring, letakkan tangan di atas perut, pelan-pelan tarik napas panjang, gembungkan perut seperti balon, hitung sampai lima, tahan sebentar, kemudian hembuskan perlahan-lahan dan kempiskan perutnya dengan hitungan sampai enam. Coba lakukan latihan ini sekitar 10 sampai 20 menit per-hari, boleh pelan-pelan kok, tidak perlu dipaksakan, yang perlu hanya dibiasakan.
Keterangan *:
Parasimpatetik adalah sebuah sistem divisi yang berasal dari sistem saraf otonom, saraf ini bertanggung jawab dalam fase tubuh (istrahat dan mencerna). Sistem saraf ini juga bertanggung jawab untuk mewujudkan peningkatan air liur, produksi air mata, buang air kecil, pencernaan dan buang air besar. Sistem parasimpatetik dasar melibatkan fungsi dan tindakan yang tidak memerlukan reaksi langsung di sekitarnya.
Simpatetik adalah salah satu bagian dari sistem saraf perifer. Ini saraf simpatik yang berasal dari ruang vertebrata awal di segmen toraks pertama dari sumsum tulang belakang, memperpanjang ke atas sampai kedua atau ketiga segmen lumbalis. Fungsi utama dari sistem saraf simpatetik adalah untuk memobilisasi respon tubuh dalam keadaan tertekan. Dengan demikian, sistem saraf simpatetik menginisialisasi respon tubuh ‘fight or flight‘ (respon darurat). Sistem simpatis innervate adalah berbagai organ tubuh, seperti mata, paru-paru, ginjal, saluran pencernaan, hati, dll. Hal ini menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tingkat sekresi.
Sumber acuan: https://www.nytimes.com/2016/11/09/well/mind/breath-exhale-repeat-the-benefits-of-controlled-breathing.html
http://www.sridianti.com/perbedaan-simpatis-dan-parasimpatis-sistem-saraf.html

0 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: