Oleh: Sinta Damayanti
Para penulis atau penggiat seni yang bergelut dalam kreativitas kerap kali dikaitkan dengan gaya hidup yang tidak sehat. Begadang, pola makan tidak teratur, isolasi diri, hingga strategi menghadapi stres dengan cara negatif. Gaya hidup tersebut tentunya mempengaruhi kesehatan mental. Belum lagi tuntutan bagi mereka untuk menciptakan mahakarya orisinil. Adakalanya, inspirasi dinilai justru datang disaat penulis sedang merasakan penderitaan psikologis yang begitu besar. Ernest Hemingway, Virginia Woolf, Leo Tolstoy, dan deretan nama penulis besar lainnya memiliki sejarah gemilang kesusastraan, tetapi tidak pada kehidupan pribadi mereka. Mereka semua memiliki riwayat penyakit mental dan memilih mengakhiri hidup dengan cara yang tragis. Anggapan dan kisah tersebut membentuk opini publik selama ini bahwa untuk menjadi penulis atau menciptakan suatu mahakarya, seseorang perlu mengalami dinamika emosi yang ekstrem dan menyelami sisi gelap dari diri atau kehidupannya. Nyatanya, asumsi tersebut dipatahkan oleh salah satu penulis terkenal, Haruki Murakami.
Haruki Murakami: Saya adalah Penulis dan Pelari
Bagi para pembaca buku, khususnya genre surealis-realis, nama Haruki Murakami terdengar begitu akrab. Murakami adalah penulis sastra fenomenal asal Jepang yang menjadi kandidat pemenang Nobel Prize kategori sastra selama lebih dari satu dekade. Murakami membuktikan bahwa untuk menjadi penulis, seseorang tetap dapat memiliki kesejahteraan psikologis dan gaya hidup yang sehat. Dalam buku What I Talk When I Talk about Running, Murakami menyatakan bahwa
“Jiwa yang tidak sehat membutuhkan fisik yang sehat.”
Ia tidak menyangkal bahwa menjadi penulis adalah pengalaman yang menguras emosi. Eksplorasi rasa secara mendalam, penyelidikan terhadap diri sendiri, isu sensitif yang diangkat dalam narasi, keterlibatan dengan karakter yang dibangun, menjadi hal yang dikonsumsi penulis sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan tubuh yang sehat untuk menunjang kesehatan mental yang biasanya menjadi persoalan rentan di kalangan penulis. Sebagai penulis international bestseller, Murakami merupakan pelari dengan pengalaman puluhan tahun, termasuk pengalaman dalam lomba ultra marathon 100 kilometer. Dalam buku yang sama, Murakami menjabarkan pengalaman berlarinya yang mampu mengubah perspektif terkait menulis, olahraga, dan kesehatan mental. Lebih lanjut, kebiasaan berlari yang ia jalani dengan serius mampu mengubah pola hidup dan mempengaruhi daya kreativitasnya.
Lalu, Apa Keterkaitan antara Kreativitas dan Kesehatan?
Kreativitas dan kesehatan, termasuk kesehatan mental dapat dicapai melalui olahraga (Apituley, Pangemanan, & Sapulete, 2021). Olahraga berkontribusi untuk memperbaiki suasana hati, rasa waspada yang berlebihan, tingkat konsentrasi, pola tidur, hingga gejala psikotik berupa halusinasi, delusi, atau bentuk pemikiran seseorang yang tidak teratur (Alexandratos, Barnett, & Thomas, 2012). Rajin berolahraga juga dapat memicu produksi hormon endorfin yang penting bagi tubuh. Hormon endorfin sendiri membantu meredakan stres dan rasa cemas, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, hingga membantu mengurangi rasa nyeri (Siloam Hospitals, 2023). Secara keseluruhan, olahraga memiliki manfaat baik secara fisik maupun mental. Kesehatan tersebut dibutuhkan untuk menunjang proses kreativitas dan meminimalisir dampak kelelahan emosional yang dihadapi penulis setiap hari. Dalam hal ini Murakami menggunakan olahraga berlari untuk membuatnya tetap sehat hingga akhirnya mempengaruhi daya kreativitasnya dalam menulis. Secara implisit, Murakami memaparkan bahwa ia menerapkan sekaligus mengalami mindful running.
Mindful Running
Dalam prosesnya, berlari mengajarkan seseorang untuk mengatasi berbagai ketidaknyamanan, rasa sakit fisik, ataupun rintangan yang ada. Bersamaan dengan hal tersebut, pelari belajar menciptakan strategi koping yang baik seperti melakukan teknik pernafasan, peregangan, hingga melakukan self-talk untuk menyemangati diri sendiri. Secara jangka panjang, seorang pelari perlu meningkatkan kecepatan, daya tahan, dan daya konsentrasi. Semakin lama target durasi latihan atau semakin jauh jarak yang ditargetkan, pelari perlu mengerahkan segenap daya kemampuannya. Lambat laun, pelari dipaksa untuk menerapkan mindful running.
Mindful berasal dari kata Mindfulness yang artinya kesadaran akan keadaan internal di dalam diri sendiri dan kesadaran akan lingkungan sekitar (Kamus American Psychological Association). Adapun, mindful berarti kondisi berkonsentrasi pada suatu tujuan dan suatu waktu atau menjadi here and now. Singkatnya, mindful running adalah keadaan yang mana seseorang terhubung secara mental dengan tubuhnya selama berlari (Lindsay, 2022).
Bukan tanpa alasan, berlari mengajarkan seseorang untuk menjadi mindful karena ia dipaksa untuk merasakan dan memahami, baik tubuh maupun sekitarnya. Selama berlari, seseorang harus “mendengarkan” teriakan dari ototnya yang mulai menegang, merasakan euforia hasil akibat keluarnya hormon endorfin, merasakan tekanan secara mental dan fisik, mengenali bau sekitar, merasakan suhu yang dihasilkan oleh musim ketika ia berlari, fokus pada ritme pernafasan agar memiliki daya tahan tinggi, memberi atensi terhadap medan selama berlari, dan sebagainya. Singkatnya, berlari melatih pelari untuk meregulasi emosi, pikiran, dan perilakunya. Oleh karena itu, olahraga berlari bukan hanya menyehatkan secara fisik, tetapi juga melatih ketangguhan secara mental. Ketangguhan inilah yang dibutuhkan untuk menulis secara berkelanjutan.
Melalui Murakami, ia mengajarkan bahwa mengarungi dunia seni memang membutuhkan keterampilan mengelola emosi dan ketangguhan mental. Hal tersebut dapat ditunjang dengan gaya hidup sehat yang selanjutnya turut mempengaruhi kesehatan mental dan kreativitas. Dalam kisah Murakami, ia menggunakan mindful running untuk merawat jiwa, raga, dan kreativitasnya. Oleh karena itu, asumsi yang menganggap penggiat seni atau penulis pasti memiliki sejarah hidup yang menderita dan tidak sehat mental menjadi tidaklah terbukti.
Daftar Pustaka
Alexandratos, K., Barnett, F., & Thomas, Y. (2012). The impact of exercise on the mental health and quality of life of people with severe mental illness: A critical review. British Journal of Occupational Therapy, 75(2), 48-60. https://doi.org/10.4276/030802212×13286281650956
American Psychological Association. (n.d.). APA dictionary of psychology. APA Dictionary of Psychology. Retrieved August 23, 2023, from https://dictionary.apa.org/mindfulness
Apituley, T. L., Pangemanan, D. H., & Sapulete, I. M. (2021). Pengaruh olahraga terhadap coronavirus disease 2019. Jurnal Biomedik:JBM, 13(1), 111. https://doi.org/10.35790/jbm.13.1.2021.31752
Lindsay, M. (2022, February 1). What is mindful running — And why you should give it a try. Polar. Retrieved August 23, 2023, from https://www.polar.com/blog/mindful-running/
Oxford Learner’s Dictionaries. (n.d.). Mindful. Oxford Learner’s Dictionaries | Find definitions, translations, and grammar explanations at Oxford Learner’s Dictionaries. Retrieved August 23, 2023, from https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/definition/english/mindful?q=mindful
Siloam Hospitals. (2023, May 25). Mengenal hormon endorfin sebagai pemicu rasa bahagia. Rumah Sakit dengan Pelayanan Berkualitas – Siloam Hospitals. Retrieved August 23, 2023, from https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-hormon-endorfin
*penulis merupakan mahasiswa magang Wiloka Workshop
0 Comments