Oleh: Agnes Angelina Paramita
Dewasa ini, banyak kaum hawa ribet banget melakukan beragam diet ketat untuk mempertahankan bentuk badan yang ideal. Emangnya ga laper? Perutnya ga keroncongan lihat temen lain bisa bebas makan?
Jika kita menilik Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘diet’ berarti aturan makan khusus yang ditujukan untuk kesehatan (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemenristekdikti RI, n.d.). Nah, nah.. jadi tujuan diet adalah untuk menjaga kesehatan ya! Ketika seseorang melakukan diet tanpa memahami aspek kesehatan tubuh (yang penting biar kurus aja deh), ia justru rentan menjalankan diet yang tidak sehat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh membuat remaja terjebak melakukan diet ketat yang tidak sehat (Pranesya & Nawangsih, 2019; Prayogi dkk., 2021)
Hmm, mengapa ya mereka mau repot-repot melakukan diet tersebut?
Meninjau perilaku diet untuk menjaga penampilan dari teori planned behavior atau teori perilaku terencana
Teori perilaku terencana merupakan teori yang digunakan untuk menjelaskan penyebab seseorang melakukan perilaku tertentu di mana mereka memiliki kendali atas perilaku tersebut (LaMorte, 2022). Artinya, orang tersebut memiliki cukup sumber daya untuk melakukan sebuah perilaku. Orang tersebut juga memiliki pilihan untuk melakukan perilaku tersebut/tidak dan mereka memilih untuk melakukan perilaku tersebut. Terdapat beberapa komponen yang berpengaruh pada keputusan seseorang melakukan suatu perilaku (dalam hal ini ialah melakukan diet ketat) menurut Ajzen (2019) dan LaMorte (2022):
- Keyakinan diri terhadap perilaku
Merupakan ekspektasi kita terhadap hasil dari suatu perilaku (bahwa perilaku yang kita lakukan akan memberikan hasil atau pengalaman tertentu). Remaja perempuan mungkin memiliki ekspektasi bahwa dengan melakukan diet ketat, ia akan memiliki bentuk badan ideal dan dianggap berpenampilan menarik.
- Sikap diri terhadap perilaku
Merupakan evaluasi diri mengenai apakah sebuah perilaku dianggap menguntungkan/membawa dampak positif atau tidak. Sikap diri terhadap perilaku dipengaruhi oleh keyakinan diri terhadap perilaku dan persepsi diri mengenai kontrol terhadap perilaku (yang akan dijelaskan pada poin 7). Ketika remaja perempuan memiliki ekspektasi bahwa ia akan berpenampilan menarik jika melakukan diet ketat dan bahwasanya diet ketat dapat dengan mudah dilakukan, ia akan menganggap bahwa diet ketat menguntungkan baginya.
- Keyakinan normatif
Merupakan kondisi standar dan perilaku yang dianggap normal oleh masyarakat setempat. Contoh dari kondisi standar ialah beauty standard atau standar kecantikan yang disusun oleh masyarakat. Dewasa ini, banyak masyarakat menganggap bahwa tubuh yang ramping adalah salah satu standar kecantikan. Diet ketat dapat menjadi perilaku yang dianggap normal ketika remaja perempuan memperoleh berbagai paparan, seperti tips, ajakan, dan testimoni diet ketat yang dilakukan teman, keluarga, hingga orang asing.
- Norma subjektif
Serupa, tetapi tak sama dengan keyakinan normatif. Norma subjektif merupakan tekanan sosial yang dialami seseorang untuk terlibat atau tidak terlibat dalam perilaku tertentu. Norma subjektif dipengaruhi oleh keyakinan normatif dan persepsi diri mengenai kontrol terhadap perilaku (yang akan dijelaskan pada poin 7). Ketika remaja perempuan tinggal di lingkungan yang menganggap bahwa tubuh ramping sebagai standar kecantikan serta perilaku diet sebagai hal yang normal dan mudah dilakukan, ia akan terdorong untuk melakukan diet ketat.
- Keyakinan diri mengenai kontrol
Merupakan keyakinan bahwa kehadiran faktor-faktor tertentu mampu menghambat atau mendukung terjadinya perilaku. Sebagai contoh, remaja perempuan menganggap bahwa faktor yang menghambatnya dalam melakukan diet ketat ialah larangan melakukan diet yang diberikan orang tua dan daya tahan tubuh yang sedang kurang baik. Sementara itu, faktor yang mampu mendukungnya melakukan diet ketat ialah kehadiran teman yang juga sedang melakukan diet ketat (sebagai sumber dukungan dan inspirasi) serta kehadiran internet dan media sosial yang memungkinkan remaja perempuan mengakses informasi terkait diet ketat.
- Kontrol yang sebenarnya dimiliki untuk melakukan perilaku
Merupakan sejauh mana seseorang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya untuk melakukan suatu perilaku. Sebagai contoh, remaja perempuan yang ingin melakukan diet ketat memiliki teman sebaya yang juga sedang melakukan diet ketat serta akses terhadap internet dan media sosial yang memungkinkannya memperoleh informasi untuk melakukan diet ketat. Simple-nya, “kontrol yang sebenarnya dimiliki individu untuk melakukan perilaku” merupakan sejauh mana individu benar-benar memiliki akses terhadap faktor-faktor yang ia yakini mampu mendukungnya untuk melakukan suatu perilaku.
- Persepsi diri mengenai kontrol terhadap perilaku
Merupakan anggapan seseorang mengenai sejauh mana ia mampu melakukan suatu perilaku (kemudahan dan kesulitan untuk melakukan perilaku). Persepsi diri ini dipengaruhi oleh keyakinan diri mengenai kontrol perilaku dan kontrol yang sebenarnya dimiliki individu untuk melakukan perilaku. Semakin seseorang memiliki sedikit faktor yang menghambatnya untuk melakukan diet ketat dan banyak faktor yang mendukungnya untuk melakukan diet ketat, semakin dirinya merasa bahwa diet ketat mampu dengan mudah dilakukan.
Keyakinan diri mengenai perilaku, keyakinan normatif, dan keyakinan diri mengenai kontrol dapat memengaruhi satu sama lain. Bersama-sama, kehadiran tujuh (7) komponen di atas mendorong munculnya intensi/niat untuk melakukan perilaku. Kendati demikian, penting untuk dicatat bahwa alasan-alasan melakukan diet pada setiap komponen dapat berbeda antar-individu. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak hal, seperti gaya pengasuhan orang tua, kondisi ekonomi, dan hubungan pertemanan. Oleh karena itu, untuk memperoleh informasi yang lebih tepat dan lengkap mengenai penyebab seseorang melakukan diet ketat. Maka sebaiknya, bila ternyata kita merasa ingint melakukan diet, maka mari kita menggali informasi terkait tujuh komponen di atas secara personal ya!
Kalau sudah paham, lantas mengapa?
Terdapat dua (2) hal yang secara umum memengaruhi keputusan seseorang untuk melakukan suatu perilaku, yakni penyebab dan akibat/konsekuensi dari perilaku (Vonk, 1998). Melalui penerapan teori perilaku terencana, kita mampu mengetahui faktor-faktor penyebab dari suatu perilaku. Informasi tersebut kemudian dapat digunakan untuk memprediksi, mencegah, dan mengubah perilaku.
Gimana maksudnya? Mari kita simak ilustrasi berikut!
- Memprediksi perilaku
Seorang anak perempuan mengeluhkan bentuk badannya dan mencari informasi mengenai cara melakukan diet. Nah pola perilaku anak-anak yang mencari informasi-informasi tersebut dapat digunakan orang tua untuk memprediksi kemunculan perilaku diet.
- Mencegah dan mengubah perilaku
Pertama-tama, orang tua perlu mencari tahu faktor-faktor yang mendasari keinginan anak untuk melakukan diet melalui analisis terhadap tujuh (7) komponen teori perilaku terencana. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui aktivitas curhat bersama anak atau wawancara non-formal kepada teman-teman terdekat anak. Dari proses penggalian informasi, diketahui bahwa anak memiliki keyakinan diri bahwa memiliki tubuh yang ideal akan mempermudah berjalannya aspek-aspek dalam kehidupan (contoh: diterima di lingkungan pergaulan, mudah memperoleh pekerjaan, mudah mendapatkan pasangan). Orang tua juga mengetahui bahwa anak banyak menerima paparan iklan dan konten media sosial yang mengisyaratkan tubuh ramping sebagai indikator seseorang dapat dikatakan cantik (menunjukkan adanya standar kecantikan sebagai keyakinan normatif). Selain itu, anak merasa memiliki orang tua yang cukup ‘santai’ yang ia yakini akan memperbolehkannya melakukan diet (menunjukkan kontrol yang dimiliki anak untuk melakukan perilaku).
Kedua, untuk mencegah dan mengubah perilaku diet, orang tua perlu ‘mengutak-atik’ atau memodifikasi faktor penyebab munculnya keinginan anak untuk melakukan diet. Sebagai contoh, untuk memodifikasi keyakinan diri anak mengenai perilaku diet, orang tua dapat menjelaskan bahwa tujuan utama dari diet adalah untuk menjaga kesehatan. Orang tua juga perlu menyadarkan anak bahwasanya keyakinan yang ia miliki–mengenai kemudahan menjalani hidup ketika memiliki tubuh yang ideal–mungkin saja benar. Namun, manfaat dari ‘kemudahan’ itu menjadi sia-sia ketika ia tidak berada dalam kondisi sehat untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Ketika diet dilakukan secara sembarangan, anak mungkin dapat memiliki bentuk badan sesuai yang ia inginkan, tetapi begitu juga permasalahan kesehatan tertentu. Untuk memodifikasi pengaruh dari keyakinan normatif, orang tua dapat memantau tayangan yang dikonsumsi anak di TV atau media sosial untuk mencegah paparan berlebih standar kecantikan pada anak mereka. Sementara itu, untuk memodifikasi kontrol yang dimiliki anak untuk melakukan diet, orang tua dapat menegaskan kepada anak bahwa diet boleh-boleh saja dilakukan, tetapi harus berdasarkan pada arahan dokter atau ahli gizi (tidak secara sembarangan).
Nah, itulah sedikit pembahasan terkait teori perilaku terencana yang salah satunya dapat diaplikasikan untuk memahami alasan-alasan di balik perilaku diet ketat yang dilakukan remaja perempuan. Namun, teori tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk memahami banyak fenomena lho, tidak terbatas pada perilaku diet ketat! Kita manfaatkan penggunaan teori tersebut sebaik mungkin yuk demi kebaikan diri dan orang-orang di sekitar kita!
Referensi:
Ajzen, I. (2019). Theory of Planned Behavior Diagram. https://people.umass.edu/aizen/tpb.diag.html#null-link
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (n.d.). Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring – Diet. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/diet
LaMorte, W. W. (2022, November 3). The Theory of Planned Behavior. Boston University School of Public Health. https://sphweb.bumc.bu.edu/otlt/mph-modules/sb/behavioralchangetheories/BehavioralChangeTheories3.html
Pranesya, R. dan Nawangsih, E. (2019). Hubungan Body Image dengan Diet Tidak Sehat. Prosiding Psikologi, 5(2), 645–650.
Prayogi, A. S., Induniasih, U. M., Ratnawati, A., dan Harmilah, A. M. (2021). Nursing Departement Health Polytechnic of the Ministry of Health Yogyakarta Indonesia. Proceedings of the 4th International Conference on Sustainable Innovation 2020–Health Science and Nursing (ICoSIHSN 2020), 33, 293–298.
Vonk, R. (1998). Effects of Behavioral Causes and Consequences on Person Judgments. Personality and Social Psychology Bulletin, 24(10), 1065–1074. https://doi.org/10.1177/01461672982410004
File gambar: https://drive.google.com/file/d/1MSfk6BR8PKD2PVUK7sUaefVmR0lAUFXj/view?usp=sharing
*penulis merupakan mahasiswa magang Wiloka Workshop
0 Comments